Wednesday 8 June 2011

ISMAIL YUSANTO SEORANG AGEN INTELIJEN (???)


Judul di atas terlihat provokatif. Namun, disini penulis tidak dalam konteks menuduh bahwa sdr. Ismail Yusanto, Jubir HTI, adalah seorang agen intelijen. Tulisan berikut ini lebih merupakan sebuah nasehat agar setiap orang, siapupun mereka, TIDAK ringan lidah melontarkan pernyataan tanpa bukti kepada orang-orang yang bibirnya senantiasa dibasahi dengan dzikrullah. Apalagi mereka adalah orang-orang yang sungguh-sungguh membela umat Islam dan kemanusiaan.
Tulisan ini memang dilatar belakangi oleh sebuah artikel panjang[*] tulisan Syiekh Ata Abu Rashta, yang belakangan penulis ketahui bahwa beliau adalah Amir Hizbut Tahrir Internasional (mohon dikoreksi jika ternyata keliru), yang telah dialih bahasakan oleh redaktur www.hizbut-tahrir.or.id, dan disebarluaskan dibanyak media online HTI dan underbow-nya. Dalam artikel panjang tersebut Amir Hizbut Tahrir itu menuduh bahwa Perdana Menteri Turki, Recep Tayyip Erdogan, dan Presiden Turki Abdullah Ghul, adalah para agen Amerika. Sekali lagi, bahwa Syeikh Ata Abu Rashta menuduh bahwa Erdogan dan Ghul adalah agen AS.
Kata ‘Agen AS’ disini memiliki arti yang beragam tetapi bermakna satu, yaitu sebagai kepanjangan tangan AS yang bekerja, berafiliasi, bersuara, mengeluarkan kebijakan, dan lain-lain untuk dan berkiblat kepada AS. Tokoh negarawan yang saat ini menjabat sebagai kepala pemerintahan Turki yang dicintai rakyatnya dalam artikel tersebut demikian ‘lugas’ dikatakan sebagai Agen AS oleh seseorang yang menyandang gelar Amir Hizbut Tahrir. Demikian pula dengan Ghul, rekan sejawat Erdogan, tak luput dari pernyataan berbisa dari seorang ulama yang di gandrungi kelompoknya. Yang sangat menyedihkan adalah, bahwa ulasan yang tertuang jauh dari sekedar buktiyang mencukupi bahwa mereka berdua adalah seorang Agen AS. Sebuah tuduhan tanpa bukti.
Entah Syeikh ini iri, dengki, atau hasad, dengan keberhasilan mereka membawa kemajuan yang signifikan di bekas pusat pemerintahan khilafah Ustmaniyah ini, atau ada motif lain? Apalagi sejak kepemimpinan Erdogan perekonomian Turki maju pesat, bahkan hingga nilai tukar mata uangnya berubah menjadi 1,2 Lira (YTL) = 1 USD. Padahal di tahun 2001 sebelum kepemimpinan Erdogan perekonomian Turki terpuruk dan nilai tukar Lira anjlok sangat rendah dimana 1 USD setara dengan 1,65 juta Lira. Kebangkitan ekonomi 5 tahun terakhir dibawah kepemimpinan Erdogan ini semakin menguatkan posisi tawarnya dihadapan Uni Eropa. Bahkan penerimaan UE terhadap Turki ditandai dengan banjirnya investor dari UE di negara bekas pemerintahan Khalifah Ustmani. Tercatat bahwa mayoritas investor asing di negeri yang terkenal dengan makanan khas kebabnya ini adalah UE itu sendiri, dan Jerman adalah negara Eropa yang paling banyak memiliki investor di Turki.
Demikian pula dengan iklim kebebasan beragama yang semakin kondusif dari kebijakan-kebijakan sang Perdana Menteri. Sehingga saat ini jilbab adalah pemandangan yang lazim terlihat di jalan-jalan Turki dan kantor-kantor swasta. Bahkan kumandang adzanpun sudah kembali terdengar dengan lafaz ‘Allahu Akbar..Allahu Akbar!’.
Platform ’sekulerisme’ yang ditawarkan AKP memang tidak banyak diangkat oleh para pengkritiknya dari kalangan kelompok Islam yang dengki. Kebanyakan diantara mereka menohok secara membabi buta bahwa sekulerisme yang ditawarkan Erdogan dan AKP-nya setali 3 uang dengan sekulerisme Barat. Padahal anggapan itu keliru besar. Sekulerisme yang mengurat syaraf di negeri dengan ibukota Ankara ini bukanlah sekulerisme yang saat ini diterapkan Barat. Jika jargon sekulerisme Barat banyak merugikan kalangan minoritas, dalam hal ini adalah masyarakat muslim. Maka di Turki, sekulerisme yang di bawa Kemal At-Taruk justru mendiskriminasikan mayoritas muslim. Tak hanya disampai di situ, sekulerisme At-Taruk sampai pada pengharaman segala simbol yang berbau Islam. Padahal sekulerisme Barat pada umumnya tak sampai pada model seperti itu. Sehingga tak heran jika seorang aktivis JIL, Hamid Basyaib, menyebut sekulerisme Kemalis adalah ‘Sekulirisme Fundamentalis’ yang Anti-Agama.
Lantas bagaimana platform sekulerisme yang ditawarkan AKP? Partainya Erdogan ini menyebutkan didalam paltformnya bahwa " ide dasar yang melandasai sekulerisme adalah imparsialitas (kekuasaan) negara terhadap semua keyakinan agama. Dalam arti ini sekulerisme adalah prinsip kebebasan. Dimana sekulerisme membatasi wewenang negara, bukan individu." Artinya adalah, bahwa dengan sekulerisme model AKP ini, maka negara tidak memiliki ruang yang luas untuk membatasi dan mengekang kebebasan warganya dalam menjalankan agama. Dan faktanya udara kebebasan perlahan-lahan mulai dikecap rakyat Turki.
Sebagai manusia berakal pasti mengetahui, bahwa kondisi Turki Kemalis yang dibangun di atas prinsip sekulerisme fundamentalis tak akan mungkin begitu saja dibalikkan sebagaimana membalikkan telapak tangan. Apalagi militer dan kalangan kemalis yang siap mati mengusung sekulerisme versi Kamal At-Taruk masih cukup kuat menyetir pos-pos penting di birokrasi pemerintahan Turki. Rasulullah saja, saat futuhnya Mekah, beliau tidak ‘menyikat’ Abu Sufyan dan para pengikutnya, justru Rasulullah mengeluarkan sabdanya yang terkenal "..Barang siapa masuk rumah Abu Sufyan, maka dia aman’. Hasilnya dikemudian hari Abu Sufyan menjadi bagian dari Islam itu sendiri. Itulah gunanya akal yang Allah karuniakan, untuk mengatur strategi guna menghidupkan maslahat dan manfaat serta kemenangan bagi umat ini.
Sekelumit fakta diatas tentu tidak cukup mewakili untuk menggambarkan bagaimana sepak terjang Erdogan-Ghul dan partainya untuk membela dan memperjuangkan Islam. Tapi paling tidak untuk mencuci mata kelompok-kelompok yang hatinya dibutakan dengan syahwat iri dan dengki agar bisa melihat mutiara yang bersinar dan kebenaran yang cerdas. Sementara prestasi-prestasi lainnya yang mementahkan ‘cerita sejarah’ yang ditulis Syeikh Ata Abu Rastha secara tidak langsung telah diungkap dengan cukup detil oleh Amran Nasution, mantar redaktur majalah Gatra dan Tempo, dalam artikel panjangnya di hidayatullah.com dengan judul ‘Sebuah Model dari Turki’.
Sayangnya, prestasi-prestasi itu tidak dilakukan para aktivis HT disana. Erdogan dan AKP-nya melesat jauh sementara aktivis Hizbut tahrir masih tiarap dalam diskusi dan jargon-jargonnya. Erdogan dan Ghul sudah menyumbangkan maslahat yang real untuk masyarakat Turki sedangkan kader HT masih berceloteh di tataran wacana. Apakah itu semua yang membuat syeikh ini secara ceroboh menuding sang Perdana Menteri dengan sebutan agen AS? Sulit diketahui secara pasti apa tujuan sesungguhnya yang tersembunyi dalam otak Syeikh Ata Abu Rashta ini. Tetapi cukup meyakinkan bahwa apa yang tersembunyi itu tertuang dalam paragraf singkat di bagian kesimpulan dari tulisannya tersebut.
Semua orang bisa melihat, bahwa apa yang dilakukan oleh Atha Abu Rashta sangat serius dan bernuansa kedengkian serta lebih berupa tuduhan tak berdasar. Jika orang seperti ini merasa pantas dan merasa ber-hak untuk mengatakan bahwa Erdogan dan Abdullah Ghul adalah Agen AS? Lantas apa yang menghalangi jika orang lain mengatakan bahwa Ismail Yusanto adalah seorang Agen Intelijen? Toh Ismail Yusanto bukan siapa-siapa, dia cuma jubir HTI, sementara Erdogan dan Ghul adalah Perdana Menteri dan Presiden Turki. Bahkan bisa dikatakan sangat tak sebanding jika men-sejajarkan Ismail Yusanto dengan Erdogan dan Ghul.
Kata-kata bijak yang sering kita dengar agar tidak mudah menuduh dan memfitnah orang lain adalah "Ketika ibu jarimu menuduh dan menuding muka orang lain, sesungguhnya empat jarimu mengarah pada dirimu". Kata-kata bijak ini bukan isapan jempol. Dan bangsa Indonesia sudah demikian puas menyaksikan bukti-bukti dari hikmah kata bijak ini. Tak heran jika ungkapan lain yang sangat dikenal bangsa kita adalah kata-kata ‘maling teriak maling’.
Dalam konteks yang pertama, maka analogi apa yang dilontarkan oleh Amir HT ini adalah 4 : 1. Ata Abu Rashta 4 bagian dan Erdogan-Ghul 1. Sebab secara umum manusia memiliki 5 jari di masing-masing tangannya. Apabila tuduhan sang Syeikh ini salah (apalagi ulasannya tak diiringi dengan bukti-bukti), maka gelar sebagai seorang ‘Agen AS’ melekat pada penuduhnya. Penulis kira ini analogi sederhana yang mudah dan diterima kebanyakan orang.
Analogi kedua adalah tentang ‘maling teriak maling’. Untuk yang kedua ini, sepertinya tidak cukup sulit untuk mendapatkan fakta dan bukti lapangan. Pencopet yang meneriaki ‘pencopet’ terhadap orang yang dicopetnya bukanlah kejadian yang tidak jarang terjadi di masyarakat yang sedang sakit ini. Pengguna narkoba dikalangan ‘penegak hukum’ yang ikut-ikutan menangkap para pengedar narkoba juga pemandangan yang tidak jarang ditayangkan di media televisi kita. Bahkan para koruptor yang meneriaki orang lain berbuat korupsi juga perang media yang cukup sering menjejali telinga dan mata kita. Lalu apa bedanya dengan orang yang meneriaki orang lain sebagai ‘Agen AS’ tanpa bukti dengan para ‘maling yang teriak maling’?
Sementara peringatan Allah SWT. jauh lebih keras dan mengancam orang-orang yang ringan melontarkan fitnah. Allah azza wa jalla berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar. Mengapakah di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak berprasangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: Ini adalah suatu berita bohong yang nyata?! Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu?! Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka mereka itulah pada sisi Allah orang-orang yang dusta. Sekiranya tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu. (Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah amat besar. Dan mengapa kamu tidak berkata, di waktu mendengar berita bohong itu: Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan hal seperti ini. Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang amat besar.” (QS. An-Nuur : 11-16).
Asy-Syahid Sayyid Quthb menegaskan bahwa makna ‘bal hua khairul lakum’ (bahkan ia adalah baik bagi kamu) adalah bermakna "ia menyingkap tipu daya dan para pelakunya terhadap Islam". (Tafsir Az-Zhilal, V/265). Sementara Imam Al-Qasimi mengatakan, “Dan sebagaimana kamu diwajibkan untuk menghentikan lisanmu dari menyakitinya, maka demikian pula kamu diwajibkan untuk menghentikan hatimu dari menyakitinya pula yaitu dengan tidak berburuk-sangka padanya, karena buruk-sangka adalah meng-ghibbah dengan hati dan sama pula dilarang melakukannya. Maka menutupi aib dan kelemahannya serta melupakannya merupakan salah satu tanda orang-orang yang ahli agama. Dan ketahuilah bahwa tidak sempurna iman seseorang sebelum ia mencintai saudaranya sesama muslim sama seperti ia mencintai dirinya sendiri. Dan derajat terendah dari ukhuwwah adalah bergaul dengan saudaranya sesama muslim dengan hal yang ia sukai dan melupakan kekurangan dengan menutup kekurangannya dan berusaha menghilangkan sifat iri dan dengki, maka barangsiapa yang masih ada kedengkian dalam hatinya maka saksikanlah bahwa imannya lemah, dirinya berpenyakit dan hatinya busuk sehingga tidak pantas ia untuk berjumpa dengan ALLAH SWT.”
Kedudukan Syeikh Ata Abu Rashta yang merupakan Amir Hizbut Tahrir, tentu saja dengan apa yang tertulis dalam artikelnya, adalah sebagai perwujudan sikap gerakan HTnya di seluruh dunia. Dan penyebarluasan sikapnya itu benar-benar terbukti disemaikan para kader HT di Indonesia melalui berbagai media onlinenya. Maka pantas saja jika orang-orang yang menyaksikan tuduhan pongah ini berfikir, "Apa salahnya mengeluarkan statemen bahwa para petinggi Hizbut Tahrir Indonesia adalah seorang ‘agen’??" Bukankah sikap antara mereka dengan Amirnya bagaikan pinang dibelah dua alias sama saja? Sementara bisa diyakini bahwa tuduhan-tuduhan yang dilontarkan Syeikh Ata Abu Rashta adalah sebuah fitnah dan kedustaan semata.
(bersambung…)

No comments:

Post a Comment