Wednesday 8 June 2011

kader HTI mangkritik pucuk pimpinannya sendiri

INFO: “Alih-alih ditujukan kepada RMS dan OPM, konon pernyataan peneguhan NKRI oleh MUI dan ormas-ormas Islam tersebut, menurut analisis salah seorang yang berkompeten di MUI, adalah untuk menyindir HTI dengan KKI-nya! Subhânallâh! Apakah belum tahu bahwa HTI selama ini sangat concern pada usaha menjaga keutuhan NKRI?” KH. M. al-Khaththath, anggota DPP Hizbut Tahrir Indonesia dalam tulisannya yang berjudul “KKI 2007 Mengokohkan NKRI”. (Rubrik Muhasabah, Majalah al-Waie, edisi September 2007).
KOMENTAR: Judul dan isi artikel tersebut sangat kontroversial mengingat Hizbut Tahrir selama ini tidak mengakui sistem hukum selain Khilafah Islamiyah. Pernyataan bahwa KKI 2007 mengokohkan NKRI inilah yang menyulut kontroversi. Sebab, akronim dari istilah NKRI sendiri adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mengapa penulis artikel ini mengklaim bahwa Konferensi Khilafah Islamiyah (KKI 2007) sebagai upaya mengokohkan NKRI? Bukankah dari kalimat itu juga berarti KKI 2007 mengokohkan sistem Republik di negeri ini? Padahal, dalam kitab Nidhom Hukm fil Islamy (Sistem Pemerintahan dalam Islam) yang ditulis oleh Syaikh Abdul Qaddim Zallum yang memperluas pembahasan dari penulis sebelumnya, yakni Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, bahwa sistem Republik bukanlah sistem hukum Islam. Benar-benar kontroversial. Di sinilah pentingnya sebuah definisi. Itu sebabnya Ibnu Sina pernah berkomentar: “Tanpa definisi, kita tak akan pernah bisa sampai kepada konsep.” Karena itu, definisi, menurut filsuf Iran itu, sama pentingnya dengan silogisme (baca: logika berpikir yang benar) bagi setiap proposisi (dalil atau pernyataan) yang kita buat. Definisi yang jelas akan menolong kita untuk menentukan keputusan dan penilaian. Kembali ke artikel tersebut, jika pernyataannya adalah: “KKI 2007 mengokohkan kesatuan wilayah Indonesia sebagai negeri muslim”, itu bisa dikatakan benar. Karena sampai hari kiamat pun negeri-negeri yang tergabung sejak dulu dengan Khilafah Islamiyah adalah bagian dari wilayah Islam meskipun saat ini sudah dijajah dengan sistem selain Islam.
Analisis lain dari pesan dalam judul dan isi artikel ini adalah sepertinya HTI ingin menghindari dharbul mummit (pukulan mematikan) dari pemerintah negeri ini bagi gerakan tersebut. Karena sangat boleh jadi, setiap upaya terorganisir untuk mengubah tatanan yang sudah ada, akan berhadapan dengan penguasa yang merupakan pembela dan pejuang sistem yang ada sekarang, yakni demokrasi. Bukan tak mungkin pula jika akhirnya muncul analisis berikutnya (meski masih berupa praduga) bahwa pernyataan dalam artikel ini sebagai upaya “mencari aman” untuk meraih hasil sempurna di masa depan supaya tetap bisa berjuang menegakkan Islam meskipun dalam koridor demokrasi (baca: ikut pemilu dalam sistem demokrasi). Padahal, seperti pernyataan Dr Saiful Mujani, “Demokrasi tidak akan mampu mewadahi kekuatan yang akan membunuh demokrasi itu sendiri”. Apakah perjuangan HTI sudah bergeser dari tujuan semula? Allahu’alam. Kita lihat saja nanti. Tapi sebaiknya seluruh kaum muslimin yang berjuang demi tegaknya Khilafah Islamiyah, tetap berharap bahwa HTI sebagai “lokomotif” perjuangan penegakkan Daulah Khilafah Islamiyah tetap berdiri tegak memperjuangkan Khilafah Islamiyah tanpa perlu mengemis-ngemis ridho manusia, karena yang terpenting adalah ridho dari Allah Swt. Seperti kata Rasulullah saw, “Sampaikan kebenaran (Islam) itu meskipun terasa pahit”.[]
sumber: http://osolihin.wordpress.com/2007/09/03/kki-2007-mengokohkan-nkri/#comment-2876

No comments:

Post a Comment